Kenikmatan terbesar dan kemuliaan tertinggi bagi umat manusia, yaitu berada dalam Kehadirat Ilahi, melihat WajahNya. Kemuliaan ini secara tersendiri untuk mereka yang menyembah hanya kepada Allah, tidak meminta apapun dari kehidupan di dunia ini atau di kehidupan selanjutnya. Hati mereka bersama Tuhan mereka: “Aku menyukai Engkau bukan karena istana-istanaMu dan taman-tamanMu. Aku menyukai Engkau saja.”
Sulthanul Awliya Mawlana Syaikh Muhammad Nazim Adil Al Haqqani adalah mursyid ke 40 dalam mata rantai emas Thariqat Naqshbandi. Lahir di Larnaka, Siprus, pada 22 April 1922. Dari sisi ayah, Beliau adalah keturunan Syaikh Abdul Qadir Jailani, pendiri Thariqat Qadiriah. Dan dari sisi ibunya, Beliau adalah keturunan Mawlana Jalaluddin Rumi, seorang tokoh sufisme yang adalah keturunan Hassan Hussein ra, cucu Nabi Muhammad SAW, dan juga pendiri Thariqat Mawlawiyah.
Gelar Phd dalam bidang teknik kimia dari Universitas Istanbul, telah membuat beliau disebut sebagai seorang genius di kalangan sejawatnya. Namun, apalah daya cermerlangnya sebuah gelar ilmu, ketika Cahaya Cinta datang, kemudian menghujam dada, bertubi-tubi. Pada tahun 1940, dengan berbekal rasa Cinta yang amat besar, beliau melepas semua keinginan atas dunia dan pergi mencari guru atau pembimbing yang dapat membawanya pada Cinta yang sesungguhnya. Cinta yang Satu. Cinta Allah Azza wajalla. Sebagai seorang pencinta sejati, tidak ada kata sulit atau menderita untuk sebuah perjalanan bertemu dengan kekasih hati. Seperti Majnun yang mabuk kepayang akan indahnya Cinta Layla. Berjalan, berlari, terjatuh bahkan terseret di jalan yang berkerikil tajam tanpa alas kaki adalah hal yang begitu indah dan manis. Kerinduan yang mencabik justru membuat seorang pencinta bangun dan berlari menuju kekasihnya dengan tawa bahagia.
Pada tahun 1945, di sebuah kota kecil Hayy al-Maidan, Damaskus , beliau akhirnya melabuhkan hatinya. Kota ini adalah tempat tinggal Sulthanul Awliya Mawlana Syaikh Abdullah Faiz Ad-Dhagestani, kekasih hati yang selama ini dielu-elukan dalam hati beliau sepanjang perjalanan. Perjumpaan dengan guru yang juga adalah pembimbing Cintanya ini, hanya berlangsung semalam. Karena setelahnya, beliau diperintahkah untuk kembali ke Cyprus. Saat itu adalah saat yang paling berat untuk beliau. Namun, tidak ada kata tidak untuk Cinta. Maka beliaupun kembali ke Cyprus dengan membawa sejuta kebahagiaan di hati. Perintah demi perintah dilakukan dengan sungguh-sungguh. Karena beliau sadar betul, walaupun secara jasad mereka terpisah, hati mereka akan selalu bersama dan bersuka cita. Berdasarkan perintah-perintah itu pula, Sulthanul Awliya Mawlana Syaikh Muhammad Nazim Adil Al Haqqani melakukan perjalanan untuk menyebarkan ajaran Cinta dan kisah-kisah Cinta yang manis dari desa ke desa, dari kota ke kota, dari propinsi ke propinsi, sampai akhirnya meluas sampai ke Negara-negara –baik besar maupun kecil –di lima benua.
Saat ini, Beliau adalah Mursyid sufi yang paling berpengaruh dengan jumlah murid yang tersebar luas di lima benua. Dikenal sebagai Awliya Allah dengan Dua Sayap Pengetahuan; Pengetahuan Dunia dan Pengetahuan Langit. Jalan Cinta yang Beliau sebarluaskan menumbuhkan pusat-pusat sufi besar di Eropa dan Amerika. (Sumber: Rabbani Institut Indonesia)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar